Jumat, 05 Juli 2013

PUASA DIBULAN RAMADHAN DALAM ALQUR'AN

Uraian Al-Quran tentang puasa Ramadhan, ditemukan dalam  surat Al-Baqarah  (2):  183,  184,  185,  dan 187. Ini berarti bahwa puasa Ramadhan baru  diwajibkan  setelah  Nabi  Saw.  tiba  di Madinah,  karena ulama Al-Quran sepakat bahwa surat A1-Baqarah turun di Madinah. Para sejarawan  menyatakan  bahwa  kewajiban melaksanakan  puasa  Ramadhan ditetapkan Allah pada 10 Sya'ban tahun kedua Hijrah.
Apakah kewajiban itu langsung ditetapkan oleh Al-Quran  selama sebutan  penuh, ataukah bertahap? Kalau melihat sikap Al-Quran yang   seringkali   melakukan   penahapan   dalam    perintah-perintahnya,   maka   agaknya  kewajiban  berpuasa  pun  dapat dikatakan demikian. Ayat 184 yang menyatakan ayyaman  ma'dudat (beberapa hari tertentu) dipahami oleh sementara ulama sebagai tiga  hari  dalam  sebutan  yang  merupakan  tahap  awal  dari kewajiban  berpuasa.  Hari-hari tersebut kemudian diperpanjang dengan turunnya ayat 185:
Barangsiapa di antara kamu yang hadir (di negeri tempat tinggalnya) pada bulan itu (Ramadhan), maka hendaklah ia berpuasa (selama bulan itu), dan siapa yang sakit atau dalam perjalanan, maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya.
Pemahaman semacam  ini  menjadikan  ayat-ayat  puasa  Ramadhan terputus-putus  tidak  menjadi  satu  kesatuan. Merujuk kepada ketiga ayat puasa  Ramadhan  sebagai  satu  kesatuan,  penulis lebih cenderung mendukung pendapat ulama yang menyatakan bahwa Al-Quran mewajibkannya tanpa penahapan. Memang, tidak mustahil bahwa   Nabi  dan  sahabatnya  telah  melakukan  puasa  sunnah sebelumnya. Namun itu bukan kewajiban dari  Al-Quran,  apalagi tidak  ditemukan  satu  ayat  pun yang berbicara tentang puasa sunnah tertentu.
Uraian Al-Quran tentang kewajiban  puasa  di  bulan  Ramadhan, dimulai  dengan  satu  pendahuluan  yang  mendorong umat islam untuk melaksanakannya dengan  baik,  tanpa  sedikit  kekesalan pun.
Perhatikan  surat  Al-Baqarah  (2):  185.  ia  dimulai  dengan panggilan mesra, "Wahai orang-orang yang  beriman,  diwajibkan kepada  kamu  berpuasa."  Di  sini tidak dijelaskan siapa yang mewajibkan, belum juga dijelaskan berapa kewajiban puasa  itu, tetapi   terlebih   dahulu   dikemukakan  bahwa,  "sebagaimana diwajibkan terhadap umat-umat sebelum  kamu."  Jika  demikian, maka  wajar  pula  jika  umat  Islam  melaksanakannya, apalagi tujuan puasa tersebut adalah untuk kepentingan  yang  berpuasa sendiri yakni "agar kamu bertakwa (terhindar dari siksa)."
Kemudian Al-Quran dalam surat A1-Baqarah (2): 186  menjelaskan bahwa  kewajiban  itu  bukannya  sepanjang tahun, tetapi hanya "beberapa hari tertentu," itu pun hanya diwajibkan  bagi  yang berada di kampung halaman tempat tinggalnya, dan dalam keadaan sehat, sehingga "barangsiapa  sakit  atau  dalam  perjalanan," maka  dia (boleh) tidak berpuasa dan menghitung berapa hari ia tidak berpuasa untuk digantikannya pada hari-hari  yang  lain. "Sedang  yang  merasa  sangat  berat  berpuasa,  maka (sebagai gantinya) dia  harus  membayar  fidyah,  yaitu  memberi  makan seorang  miskin." Penjelasan di atas ditutup dengan pernyataan bahwa "berpuasa adalah baik."
Setelah itu disusul  dengan  penjelasan  tentang  keistimewaan bulan  Ramadhan,  dan  dari  sini  datang  perintah-Nya  untuk berpuasa pada bulan tersebut, tetapi kembali diingatkan  bahwa orang  yang  sakit dan dalam perjalanan (boleh) tidak berpuasa dengan  memberikan  penegasan  mengenai   peraturan   berpuasa sebagaimana  disebut  sebelumnya. Ayat tentang kewajiban puasa Ramadhan ditutup dengan  "Allah  menghendaki  kemudahdn  untuk kamu bukan kesulitan," lalu diakhiri dengan perintah bertakbir dan bersyukur. Ayat 186 tidak berbicara tentang puasa,  tetapi tentang  doa. Penempatan uraian tentang doa atau penyisipannya dalam uraian Al-Quran tentang puasa  tentu  mempunyai  rahasia tersendiri.  Agaknya  ia  mengisyaratkan bahwa berdoa di bu1an Ramadhan merupakan ibadah yang sangat dianjurkan,  dan  karena itu   ayat  tersebut  menegaskan  bahwa  "Allah  dekat  kepada hamba-hamba-Nya dan menerima doa siapa yang berdoa."  
Selanjutnya ayat 187 antara  lain  menyangkut  izin  melakukan hubungan seks di malam Ramadhan, di samping penjelasan tentang lamanya puasa yang  harus  dikerjakan,  yakni  dari  terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.
Banyak   informasi   dan  tuntunan  yang  dapat  ditarik  dari ayat-ayat di atas berkaitan dengan hukum maupun tujuan  puasa. Berikut  akan  dikemukan  sekelumit baik yang berkaitan dengan hukum  maupun  hikmahnya,  dengan  menggarisbawahi  kata  atau kalimat dari ayat-ayat puasa di atas.
demikianlah uraian dari Puasa Ramadhan Dalam Alqur'an, mudahan bisa menjadi wawasan bagi pembaca dan tentunya dapat di amalkan dikemudian hari..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar